Kamis, 03 Februari 2011

Host and Guest

Host dan Guest memiliki derivasi dan sangat mirip. Pada masa imperialis Host dan Guest memiliki konotasi saling bertentangan dan bermusuhan hal ini dibuktikan oleh beberapa kutipan dari tulisan beberapa ahli zaman dahulu . Namun konotasi tersebut mengalami pergeseran pada masa industrial dengan mulai munculnya akomodasi sebagai komoditas. Host dan Guest menjadi satu kesatuan dalam lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pariwisata seperti hotel, restoran, bar dan hospitality.
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan selalu saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Dalam proses interaksi sosial sangat membutuhkan kontak dan komunikasi. Kontak adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik. Sedangkan komunikasi artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Di dalam pariwisata juga sangat membutuhkan kontak dan komunikasi, dan di dalamnya itu juga perlu di bangun kerjasama yang baik serta harus ada komunikasi timbal balik secara baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, stakeholder sampai ke masyarakat lokal, bila tidak terjalin komunikasi yang baik maka akan terjadi kekacauan dan kesalahpahaman, karena bila ada ada komunikasi yang baik maka akan mempermudah pengambilan keputusan maupun kesepakatan. Interaksi yang baik pun harus terjalin bukan hanya dari pemerintah daerah setempat kepada guest yang datang, tetapi juga antara negara. Hal ini diperlukan agar tiap negara yang telah menjalin hubungan kerjasama dapat saling mengenal kebudayaan antar negara sehingga juga mengurangi pecurian kebudayaan. Setiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing, dan sekarang kita juga harus menyaring kebudayaan yang masuk secara selektif sehingga kebudayaan asli juga tidak ikut hilang. Dalam hal penyaringan budaya secara selektif dibutuhkan kerjasama yang kuat antara host dan guest agar tidak terjadi degradasi kebudayaan serta dapat menjaga pribadi antar masyarakat untuk tidak meniru budaya yang bersifat kebarat-baratan dan lebih memilih budaya luar daripada budaya diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa peranan interaksi antara host dan guest itu sangat dibutuhkan dalam dunia kepariwisataan.

Keterkaitan kebudayaan dan pariwisata tidak terbatas pada timbulnya wisata minat khusus terhadap benda atau peristiwa budaya saja. Keterkaitan itu menjadi semakin nyata ketika disadari bahwa di dalam aktivitas perjalanan wisata –baik wisata budaya atau bukan wisata budaya– telah terjadi interaksi antara manusia atau kelompok manusia yang datang (guest) dengan manusia atau masyarakat didatangi (host), atau antara manusia pengunjung dengan benda-benda atau pertunjukan budaya yang dikunjungi. Dengan kata lain, aktivitas perjalanan itu sendiri sebenarnya sudah merupakan peristiwa budaya, setidaknya bagi orang atau kelompok yang bersangkutan, karena semua aktivitas yang dilakukan telah bersentuhan dengan berbagai aspek yang terkait dengan kebudayaan sehingga interaksi yang terjadi antara manusia pengunjung (guest) dan yang dikunjungi (host) sudah merupakan bagian dari peristiwa budaya. Pariwisata budaya juga memberikan sumbangan pelajaran bagi pengunjung (guest) dan tuan rumah (host). Pelajaran dari pengalaman menjadi pengunjung tidak akan pernah didapat oleh tuan rumah jika tuan rumah tersebut tidak pernah menjadi pengunjung, demikian juga sebaliknya. Pengalaman yang diperoleh pengunjung atau tuan rumah diharapkan akan penjadi pelajaran bagi kedua belah pihak bila pada suatu ketika posisi mereka berbalik. Setiap pengunjung diharapkan akan pernah menjadi tuan rumah, dan setiap tuan rumah suatu ketika juga diharapkan akan pernah menjadi pengunjung. Karenanya pariwisata hendaknya dilembagakan (‘dibudayakan’) atau dijadikan ajang untuk saling menimba atau saling bertukar pelajaran dengan memanfaatkan interaksi atau pertemuan yang terjadi antara pengunjung dan tuan rumah atau antara pengunjung dengan unsur-unsur budaya yang dimiliki tuan rumah.
Interaksi antara masyarakat dan wisatawan itu memiliki berbagai macam sifat, salah satunya adalah bersifat transitory. Wisatawan dan masyarakat lokal berhubungan hanya sementara, sehingga tidak ada hubungan yang mendalam. Sifat interaksi yang seperti ini sering menyebabkan mereka tidak memikirkan dampak interaksi mereka terhadap interaksi yang mendatang, sehingga jarang memunculkan rasa saling percaya. Dan di dalam interaksi juga terdapat kendala ruang dan waktu yang menghambat hubungan. Wisatawan yang datang berkunjung biasanya berkunjung musiman dan tidak berulang. Apalagi kenyataan bahwa fasilitas pariwisata umumnya hanya terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu, maka wisatawan hanya berhubungan secara intensif dengan sebagian anggota masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan terhadap wisatawan, sedangkan masyarakat yang jauh dari fasilitas pariwisata berhubungan secara kurang intensif. Di dalam mass tourism, juga tidak ada hubungan yang bersifat spontan antara masyarakat dengan wisatawan, melainkan sebagian besar diatur dalam paket wisata yang ditangani oleh usaha pariwisata dengan jadwal yang ketat. Hubungan atau interaksi umumnya bersifat unequal dan unbalanced (tidak setara), dan pada umumnya masyarakat lokal merasa lebih inferior. Wisatawan lebih kaya, lebih berpendidikan, dan dalam suasana berlibur, sedangkan masyarakat lokal dalam suasana melakukan pekerjaan, penuh kewajiban, dan mengharapkan uang wisatawan.
Persepsi Masyarakat terhadap wisatawan menurut Doxey (1976) dengan Irindex, perubahan masyarakat lokal akibat wisatawan diklasifikasikan :
♫ Euphoria yaitu kedatangan wisatawan diterima dengan baik, dengan sejuta harapan.
♫ Apathy yaitu masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah, interaksinya lebih menekankan komersialisasi.
♫ Annoyance yaitu titik kejenuhan sudah hampir dicapai, dan masyarakat mulai merasa terganggu.
♫ Antagonism yaitu masyarakat secara terbuka sudah menunjukkan ketidaksenangan.

Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.Interaksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan). Contohnya interaksi antara tour guide dengan supir bus harus berjalan dengan baik agar dapat membawa para wisatawan ke arah tempat tujuan wisata dengan benar.
2. Interaksi antara individu dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya. Contohnya interaksi tour guide dengan rombongan wisatawan yang berasal dari Filipina.

3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua travel agent untuk membicarakan suatu proyek.

Interaksi sosial dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu :
1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :
a. Kerja sama
Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
b. Akomodasi
Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.
c. Asimilasi
Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.
d. Akulturasi
Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.

2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk pertentangan atau konflik, seperti :
a. Persaingan
Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.
b. Kontravensi
Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.
c. Konflik
Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar